Posisi Kontraktor Lebih Rendah dari Owner

Waktu kuliah dulu (padahal baru kemarin lulus hehe) saya pernah belajar bahwa posisi antara Owner (pemilik proyek) dengan Kontraktor adalah setara, baik hak maupun kewajiban, akan tetapi apakah realisasinya demikian? Selama saya menjadi Kontraktor saya lebih melihat bahwa Owner merupakan pihak yang dimuliakan sedangkan Kontraktor merupakan pihak yang dipandang rendah. Tidak sedikit hal-hal yang lebih memberatkan Kontraktor sehingga cenderung membuat Kontraktor serba salah, seperti memakan buah simalakama.


Kita tengok peaturan pemerintah mengenai kedudukan Owner dan Kontraktor, Undang-Undang Nomor 18 tahun 1999 Tentang Jasa konstruksi:
Pasal 2 menyebutkan bahwa Pengaturan jasa konstruksi berlandaskan pada asas kejujuran dan keadilan, manfaat, keserasian, keseimbangan, kemandirian, keterbukaan, kemitraan, keamanan dan keselamatan demi kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara.

Undang-undang tersebut secara jelas menyebutkan bahwa dunia jasa kontruksi harus adil baik secara hak maupun kewajiban masing-masing pihak. Namun kenyataannya ada beberapa peraturan daerah yang dirasa memberatkan pihak Kontraktor selaku Penyedia Jasa, seperti contoh dibawah ini:

Penyedia jasa pekerjaan konstruksi harus mengadakan pengecekan/perhitungan konstruksi terhadap semua struktur bangunan proyek. Semua pekerjaan konstruksi yang walaupun telah mendapat persetujuan dari pengguna jasa pekerjaan kontruksi dan atau direksi pekerjaan (konsultan), apabila mengalami kegagalan konstruksi, maka tetap sepenuhnya menjadi tanggung jawab penyedia jasa pekerjaan konstruksi.”

Di peraturan tersebut tertulis jelas, Kontraktor harus melakukan pengecekan/perhitungan terhadap seluruh konstruksi bangunan dari mulai Pondasi sampai struktur atas, jadi kontraktor tidak lagi menjadi “kontraktor” tapi menjadi kontraktor plus perencana, Proyek jenis ini sering disebut “Design & Built”, kontraktor yang mendesign kontraktor pula yang membangun, hal ini jamak terjadi di Proyek-proyek sipil (Jalan, Jembatan, Air) yang perencanaan sebelumnya banyak yang kurang sempurna, setengah jadi bahkan dianggap masih mentah, banyak bagian kontruksi yang tidak bisa dilaksanakan dilapangan sehingga diperlukan perubahan dan design ulang. Setelah kontraktor mendesign ulang baru kemudian kontruksi disetujui untuk dilaksanakan, akan tetapi mengapa bila terjadi kegagalan konstruksi langsung serta merta menyalahkan Kontraktor sebagai penyedia jasa? Padahal kontraktor sudah disuruh menghitung dan mendesign ulang (yang seharusnya tugas perencana), lalu setiap pelaksanaan harus disetujui dan diawasi oleh Owner, loh kok kalo semisal terjadi kegagalan kontruksi yang disalahkan hanya kontraktor?

Memang peraturan tersebut dibuat untuk menuntut kontraktor bekerja lebih hati-hati dan selalu mengedepankan kualitas, akan tetapi bukankah disetiap pekerjaan selalu dilakukan pengawasan dan persetujuan dari owner, seharusnya hal tersebut tetap menjadi pertimbangan, perlu adanya kajian dan analisis terhadap kegagalan yang terjadi, apakah kegagalan murni kesalahan kontraktor akibat metode kerja yang kurang dan spesifikasi bahan yang digunakan tidak sesuai atau memang perencanaan yang kurang tepat, baru kemudian men“judge” siapa sebenarnya yang bersalah. Bukan serta merta langsung main tunjuk semua kegagalan yang terjadi adalah kesalahan kontraktor.

Namun memang saya melihat hal ini masih dalam kacamata Kontraktor dan pengetahuan saya yang masih rendah terhadap dunia Kontruksi turut andil dalam pernyataan saya diatas.

(Ditulis disaat khawatir terhadap semua yang saya hitung, saya gambar dan saya buat.  akhirnya hanya Alloh SWT lah tempat bergantung, ya Alloh, kami membangun proyek ini dengan kerja keras dan tetesan darah, kuatkanlah strukturnya agar dapat selalu bermanfaat bagi masyarakat...Amin)











...

Related Posts:

6 Responses to "Posisi Kontraktor Lebih Rendah dari Owner"

  1. Komentar dari seorang teman:

    Great sharing :)

    Saya pikir kasus dan kegundahan semacam ini tidak hanya terjadi antara kontraktor dan owner building saja sepertinya, Pak Ali. Tukang pengaduk semen pun mungkin bisa jadi juga ada yang merasa ga adil jika dibandingkan dengan owner kontraktor mereka. Mungkin keluhan mereka gini, "Tu bangunan kagak mungkin bisa berdiri kalo semennya kagak ada yang ngadukin, tapi kenapa cuman ownernya doang yang dimuncul2in namanya. kalo gue nyemennya salah mesti gue yang kena semprot" hehhe, lebai sih sebenernya :D

    Kebetulan saya di sini juga 'mburuh' jadi project manager salah satu program pemkot Solo. Ibarat kata pemkot itu yang punya dana, sebelum program dieksekusi kita sering mengadakan meeting-meeting untuk mendapatkan mufakat konsep program yang akan dilaksanakan dalam hal ini secara tidak langsung kami 'kebagian' jatah sebagai penanggung jawab lapangan. Jadi apa saja yang terjadi di lapangan, itu pasti menjadi tanggung jawab kami. Dan pemkot menjadi penanggung jawab keuangan atau pemilik modal. Dalam kata lain, pemkot itu membeli produk kami. And we okay, we deal with it.

    Simply in other case, seseorang ke toko membeli susu. Namun ternyata suatu hal yang tidak terjadi diharapkan setelah ia mengkonsumsi susu itu. Pembeli tersebut mengajukan protes ke toko, secara otomatis toko akan bergerak turun ke bawah. Memastikan apakah karyawan sudah benar-benar mengecheck produknya? Jika sampai di karyawan tidak ditemukan titik terang, bisa jadi kasusnya akan di bawa lebih jauh lagi ke perusahaan susunya mungkin. Perusahaan susunya akan turun lagi ke bawahannya.

    Nampaknya begitulah aturan mainnya. Kita beli suatu produk karena kita sudah yakin produk itu baik. Kita jadi pemilik produk itu. Namun ketika produk itu ternyata tidak baik kita pasti meminta pertanggung jawaban ke si pembuat produk kan? Sudah naturenya juga :)

    Pak Ali yang sabar. Tetap semangat menebar menanam dan membangun manfaat dimana-mana ya, biarlah perasaan ga adil itu membias dan jangan biarkan itu yang jadi penyebab 'kemunduran' kualitas pekerjaan, buruknya lagi malah jadi penyebab kerjaan jadi enggak ikhlas? Eman-eman kan? Setiap hal sudah ada tugas dan bagiannya masing-masing. Saya yakin, pekerjaan sesepele apapun itu pasti punya manfaat punya arti :)

    Saya itu malah banyak irinya dengan namanya pekerjaan kontraktor. Menanam dan membangun ilmu dimana-mana, semacam fastabiqul khairat. Tiap ada proyek, sekalipun mungkin tidak menanam secara materi di sana tapi bangunan itu bisa terus tegak tentunya tidak luput karena ilmu-ilmu orang-orang yang seprofesi dengan Pak Ali juga :)

    Ini malah jadi kayak bikin surat ya komennya, hehehe. Semangat pak! Mardhotillah! :D

    (Dhian Nurma Wijayanti)

    ReplyDelete
    Replies
    1. komentar saya:
      benar-benar sebuah "komentar" hehehe

      namun mungkin pada analogi "membeli susu" saya menambahkan begini:

      Konsumen membeli susu bisa disamakan sebagai Pengguna Jalan

      Produsen Susu bisa disamakan kontraktor

      dan BPPOM (pengawas obat dan makanan) bisa dikatakan Owner

      jadi selama produksi susu si produsen selalu memberikan data-data mengenai kandungan susu dan cara pengolahannya kepada BPPOM, BPPOM pun ada kunjungan lapangan dan tes terhadap susu tersebut hingga BPPOM mengeluarkan keputusan bahwa susu tersebut layak untuk dikonsumsi.

      Namun ternyata ada konsumen susu yang sakit akibat keracunan susu tersebut, maka tidak serta merta bisa disalahkan produsen susunya karena bisa jadi BPPOM terjadi kealpaan ketika memeriksa dan memantau produksi susu tersebut sehingga Konsumen pun bisa melayangkan keluhan kepada produsen susu maupun BPPOM selaku pemberi ijin...

      ya kira-kira begitulah hehe...

      Delete
  2. Menurut saya, keadaannya sebenarnya sih kurang lebih sama seperti klien dengan vendor dalam bidang pekerjaan apapun. Sebenarnya klien dan vendor setara, namun ketika prakteknya pasti seolah-olah klien lebih 'tinggi' karena beliau yg memakai jasa kita. :)

    Salam kenal ya.

    Berkunjung ke blog saya dan blog teman saya: ow.ly/bSzQP ya.. :)

    Thank you.

    ReplyDelete
  3. Wew! Terharu komennya sampai di repost di blog, hehe. Keep learning, writing, and sharing calon Pak Manager :)

    ReplyDelete
  4. Serba sulit posisi kontraktor, apalagi harus meracik banyak bahan dengan anggaran yang besarnya hanya 60%an dari nilai proyek. Geleng-geleng......

    ReplyDelete

Silahkan berkomentar dengan sopan

Bila tidak memiliki ID blogger bisa menggunakan Name/URL lalu masukkan Nama dan URL facebook/twitter anda. hindari menggunakan Anonim, Terima kasih.