Muslim kah kita selama ini?

Seringkali kita sebagai manusia yang menyandang gelar muslim, memiliki logika yang "aneh". Kita sering sependapat dengan orang-orang yang yang menganggap enteng dalam beragama. “udah coy, Islam itu rahmatan lil ‘alamin, jadi gak usahlah ganggu umat beragama lain, gak usahlah berprinsip-prinsip banget dalam beragama, gak usahlah lantunan Quran sering-sering dipakein TOA, berisik, gak usahlah menghimbau warung-warung pada tutup sedangkan harusnya orang puasa menghormati orang yang tidak puasa”, dan lain sebagainya.

Kita juga suka aneh, permisif terhadap hal-hal yang menyangkut agama lain, kalo ada Natalan kita suka senewen sama ustadz yang mengharamkan mengucapkan natal, kita suka senewen terhadap orang yang sok suci (Baca: Ustadz, Ulama, Dai, etc), kita suka senewen terhadap saudara seiman yang berjibaku dalam politik, bahkan kita sering senewen sama teman-teman kita sendiri yang suka meng-share berita-berita yang memberitakan bahwa islam adalah satu-satunya agama yang Haq. Di satu sisi kita terlalu permisif terhadap agama lain, gembar-gembor toleransi, tapi disisi lain amat tidak toleran terhadap saudara seiman yang sedang mencoba membela agamanya. Kita sering berkelit, “Yang penting dalam beragama itu hatinya, perbuatannya urusan sekian.”. gak heran kita dapati jika kita jarang sholat berjamaah di masjid, sholat subuh selalu tertinggal, baca Al-Quran sangat jarang, ngaji apalagi.

Kita sering malu melihat satu-dua pemimpin atau politikus Islam masuk bui, kita sering prihatin melihat ada sejumlah oknum ustadz bertindak diluar ajaran Nabi, bahkan tak jarang kita ikut menghardiknya. Sementara kita seakan lupa, ada banyak kasus lain dengan tema yang sama namun ketika dia bukan orang islam (sekalipun tokoh penting di agama tersebut) tidak akan kita ungkit masalah agamanya. Sekalinya diungkit, malah kita marah-marah pada orang yang mengungkit.

Mengapa kita seperti ini? Gak heran, cara mengukurnya mudah. Sudah berapa kali kita Sholat lima waktu? Apalagi ini sudah memasuki hari ke-4 puasa di Bulan Ramadhan, sudah ada yang batal/gagal belum puasanya? Jangan-jangan kita pagi susah bangun sahur, subuh pun lewat, pas bedug duhur malah udah berbuka?. Bukankah bulan ramadhan merupakan kesempatan emas kita untuk berdisiplin dalam beragama? Sudah dapat berapa juz baca Quran-nya? Jangankan 1 huruf, Quran kita saja masih tak tahu ada dimana saking lamanya tidak dibuka. Sudah berapa dalam kajian kita terhadap Agama Islam? Jangan-jangan buka buku bertemakan Islam saja sudah alergi, lebih asik masyuk pada bacaan komik, novel picisan, atau bahkan buku-buku yang sekuler dan liberal?. Membaca sejarah Nabi malesnya setengah mati, tapi membaca sejarah tokoh lain non muslim hapal luar dalam.

Kita sering bilang “daripada sedekah banyak tapi tidak ikhlas mendingan sedekah sedikit tapi ikhlas.” Lah kok kita bisa tahu ikhlas apa tidak dari sedikit atau banyaknya sedekah. Harusnya kan begini, “daripada sedekah sedikit tapi tidak ikhlas dan pelit mendingan sedekah sekalian yang banyak tapi ikhlas.” Hehe. Lah gimana kita bisa ikhlas wong sedekah saja sedikit kok, pelit amat jadi orang muslim. Disini kita harusnya malu sama junjungan kita, Nabi Muhammad, sebagai seorang Raja, Pemimpin Umat, Tokoh utama dalam Islam, beliau tidak pernah mengajarkan foya, namun beliau selalu mengajarkan kesederhanaan dan kesahajaan dengan kedermawanan yang tidak bisa ditandingi oleh manusia lainnya.

Ada contoh begini, Kita menganggap Pak Anto (misal) sebagai seorang petani ya karena hampir setiap hari pergi ke sawah/ladang untuk menggarap padi. Apa bisa kita menganggap Pak Anto sebagai petani jika hanya setahun sekali pergi ke sawah, itupun hanya satu jam paling lama? Persis seperti kita, yang hanya pergi sholat seringkali hanya diwaktu Jumatan, itupun selang tiga minggu sekali, biar gak dicap kafir kalo gak sholat jumat berturut-turut lebih dari tiga kali. Bahkan kita ada juga yang hanya setahun dua kali pergi ke Masjid, hanya pas sholat Ied saja. Apa bisa kita kalau seperti itu dianggap sebagai orang beriman?

Ada seorang temen pernah bilang “bro, jangan fanatik dalam beragama, biasa aja lah, gak usah pake  ayat ini itu segala”. Lah masak kita pengin lurus dibilang fanatik? Fundamentalis-lah, Islam garis keras-lah, ujung-ujungnya “udah lah bro, yang penting niatnya, gak usahlah mencari-cari pahala”. Jikalau memang berislam gak pake usaha yang maksimal, maka gak perlulah dulu para Nabi berjuang menyebarkan agama yang Haq ini, sampai-sampai Nabi ada yang dimakan ikan paus, ada Nabi yang dibakar dalam tungku api, ada Nabi yang dilempari kotoran, bahkan ada Nabi yang wafat dibunuh.

Islam sebagai agama yang sempurna tentu tidak bisa diyakini dengan hati saja, bukankah definisi iman yang sering kita dapati dipelajaran agama disekolah adalah Diyakini dalam hati, diucapkan dalam lisan dan dilakukan dalam perbuatan?. Kalau cuma baru yakin saja (itupun keyakinannya keliru) apa bisa kita dianggap telah beriman? Jadi usaha yang terbaik dahulu (dengan mengikuti ajaran yang sesuai Quran dan Sunnah Nabi) baru urusan hidayah itu menjadi urusan Alloh SWT.

Sungguh tulisan ini dibuat semata-mata untuk pibadi penulis. Refleksi diri pribadi yang masih jauh dari beragama yang baik dan benar.

Masjid Ulucami (Grand Mosque of Bursa), Turki

Ya Rabb, diri ini masih sulit meraih “khusyuk” dalam tiap sholatnya, tapi mudahkan hamba untuk meraihnya. Hamba pernah merasakan manisnya bertemu dengan-Mu dalam sholat, sampai air mata ini bercucuran, maka ijinkanlah pada sholat malam ini dan seterusnya hamba selalu khidmat dalam pertemuan dengan-Mu ya Rabb.

Ya Rabb, Mudahkanlah, lancarkanlah, dan syahdukanlah hati ini ketika membaca ayat-ayat-Mu yang tertulis dalam Quran. Jadikanlah hamba sebagai orang yang lembut hatinya, pemaaf, namun tegas dalam menolak kemungkaran.

Ya Rabb, diri ini rindu panggilan-Mu untuk menuju ke rumah suci-Mu, Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, mudah-mudahan hamba, keluarga, sahabat, dan teman-teman hamba dapat memenuhi Panggilan-Mu.

Ya Rabb, pasti hidup hamba banyak salah dan dosa, tapi semoga Engkau mewafatkan hamba dan saudara muslim kami diseluruh penjuru dunia pun dalam keadaan muslim. Wafat sebagai muslim yang taat, Muslim yang tidak murah menjual imannya dengan “penyembuhan ajaib”, istri cantik, harta benda, apalagi hanya dengan sebungkus mie instan. Amin.

Related Posts:

2 Responses to "Muslim kah kita selama ini?"

  1. Ya Allah Berkahilah Orang Yang Menulis Artikel Ini, dan Selalu Lindungilah Ia Untuk Senantiasa Di Jalan Engkau.
    AMin

    ReplyDelete
    Replies
    1. Amin Ya Rabb, dan semoga do'a dari sahabatku yang baik ini juga kembali dan dilebihkan kebaikannya pula, Amin Ya Rabb

      Delete

Silahkan berkomentar dengan sopan

Bila tidak memiliki ID blogger bisa menggunakan Name/URL lalu masukkan Nama dan URL facebook/twitter anda. hindari menggunakan Anonim, Terima kasih.