Seringkali saya sedih, mendengar berita jembatan yang ambruk akibat kesalahan pekerjaan ataupun kesalahan desain. Kok bisa sampai terjadi? Apa di Indonesia ini kurang orang pintar? Apa kurang insinyur sipil? Sampe-sampe jembatan bisa ambruk. Tapi seiring berjalannya waktu dan pengalaman, pernah menjalani peran sebagai konsultan, kontraktor dan sekarang berada di Pemerintahan teknis lambat laun terbuka juga “mata” saya. Contoh berita tentang kegagalan bangunan jembatan baru-baru ini adalah Jembatan Bojong Apus, Jembatan penyeberangan khusus peruntukan orang dan kendaraan ringan roda dua yang terletak di Desa Sukamekarsari, Kecamatan Kalanganyar, Kabupaten Lebak, Banten.
Jembatan Gantung Lawas, Masyarakat desa sangat bergantung pada jembatan. |
Ini baru dugaan loh ya, jangan buru-buru kita menyalahkan si A atau si B. pun kegagalan yang digadang-gadang terjadi masih dugaan dari warga sekitar dan asumsi orang awam, sebab yang menyatakan kegagalan bangunan haruslah orang yang pakar dan ahli jembatan. Oke kita berangkat dari asumsi bahwa terjadi deformasi konstruksi sehingga yang dikatakan warga sekitar ada “besi penyangga” yang melengkung. Apa penyebab dari deformasi tersebut? Masih menurut pengakuan warga bahwa terjadi pergeseran pondasi akibat tergerus air saat sungai Cisimeut meluap. Bahkan ada salah satu warga yang bernama Sukarna (42) berujar bahwa:
”Dari awal pembangunan, saya sebagai warga sudah mengingatkan kepada pemborong, bahwa tanah di sini labil. Sebab, saya tahu persis ini bekas lokasi galian pasir milik PD Ucu Jaya. Harusnya pasangan pondasi jembatan menggunakan slup agar kokoh. Tapi tidak digubris oleh pemborong, malah saya di maki-maki. Buktinya sekarang amblas,”
Jembatan Bojong Apus sumber: http://forum.detik.com/duh-baru-diresmikan-menkotimah-kok-sudah-mau-roboh-t1386755.html |
Wuih, ini warga apa warga? Tentunya ini bukan warga biasa karena bisa paham betul bahwa tanah merupakan faktor terpenting bagi pondasi. Kalo salah mengenali tanah bisa fatal akibatnya. Trus beliau juga bilang bahwa Pasangan (maksudnya mungkin pasangan batu) pondasi jembatan seharusnya menggunakan slup (maksudnya Sloof, sebagai lantai perkuatan yang terdiri dari beton bertulang). Saya akui bapak ini bukan warga biasa, hehe. Dan seandainya saya di posisi pengawas jembatan tersebut pastinya saya akan menerima masukan dari Pak Sukarna.
Engineering Judgement, Ya betul. Pertanyaan saya diawal mengapa banyak insinyur tetapi masih banyak kasus-kasus bangunan ambruk maka jawabannya adalah engineering judgement yang terkadang disepelekan, tidak diasah, dan bahkan sering terkikis akibat tekanan atasan ataupun tawaran yang “menggiurkan” dari pihak lain. Terbukti Engineering Judgement Pak Sukarna tepat.
Diluar masalah tersebut, saya sering temui kasus-kasus dilapangan yang mirip-mirip dengan Jembatan Bojong Apus. Perencanaan yang tidak matang menyebabkan pelaksanaan di lapangan jadi kalang kabut. Anehnya ketika mau review desain seringkali kami dituding ingin merubah-rubah perencanaan tanpa dasar. Bahkan pernah juga dituduh menggelembungkan volume demi mendapatkan keuntungan bersama dengan kontraktor. Sakit memang dituduh macam-macam. Namun saya berbesar hati, barang kali yang sering menuduh itulah yang sering menjadi “Pemain” dalam hal begini-beginian, jadi ndak perlu diambil pusing. Jalan terus, hehe.
Intinya adalah, Engineering Judgement menjadi hal yang mutlak kita miliki selaku insinyur. Kita selalu dituntut untuk memutuskan benar atau salah dengan tepat meskipun waktu pengambilan keputusan yang terbatas dan mempertimbangkan segudang teori kuliah dan peraturan lain. Apabila di lapangan ditemukan keganjilan yang perlu diperbaiki ya wajib kita perbaiki. Namun seringkali ada “kebijaksanaan” dari atasan yang harus kita akomodir sehingga merubah Engineering Judgement kita. Tentunya kita memiliki batas toleransi, apabila sudah melewati batas yang terlampau berbahaya maka saatnya hati nurani berkata “TIDAK”.
Engineering Judgement, Ya betul. Pertanyaan saya diawal mengapa banyak insinyur tetapi masih banyak kasus-kasus bangunan ambruk maka jawabannya adalah engineering judgement yang terkadang disepelekan, tidak diasah, dan bahkan sering terkikis akibat tekanan atasan ataupun tawaran yang “menggiurkan” dari pihak lain. Terbukti Engineering Judgement Pak Sukarna tepat.
Diluar masalah tersebut, saya sering temui kasus-kasus dilapangan yang mirip-mirip dengan Jembatan Bojong Apus. Perencanaan yang tidak matang menyebabkan pelaksanaan di lapangan jadi kalang kabut. Anehnya ketika mau review desain seringkali kami dituding ingin merubah-rubah perencanaan tanpa dasar. Bahkan pernah juga dituduh menggelembungkan volume demi mendapatkan keuntungan bersama dengan kontraktor. Sakit memang dituduh macam-macam. Namun saya berbesar hati, barang kali yang sering menuduh itulah yang sering menjadi “Pemain” dalam hal begini-beginian, jadi ndak perlu diambil pusing. Jalan terus, hehe.
Intinya adalah, Engineering Judgement menjadi hal yang mutlak kita miliki selaku insinyur. Kita selalu dituntut untuk memutuskan benar atau salah dengan tepat meskipun waktu pengambilan keputusan yang terbatas dan mempertimbangkan segudang teori kuliah dan peraturan lain. Apabila di lapangan ditemukan keganjilan yang perlu diperbaiki ya wajib kita perbaiki. Namun seringkali ada “kebijaksanaan” dari atasan yang harus kita akomodir sehingga merubah Engineering Judgement kita. Tentunya kita memiliki batas toleransi, apabila sudah melewati batas yang terlampau berbahaya maka saatnya hati nurani berkata “TIDAK”.
best blog banget bisa belajar disni
ReplyDeletebahan baku makanan