Musim Haji telah tiba begitu pula dengan Ibadah Menyembelih Hewan Qurban. Idul Adha memang menjadi Hari Raya bagi Umat Islam di seluruh Dunia. Makna filosofis yang dikandung sangat dalam, salahsatunya adalah merekatkan antara Kaum Dermawan dengan Kaum yang termajinalkan. Dalam ketentuan fiqih yang berkewajiban untuk berqurban adalah orang-orang yang memiliki kelapangan atau kemampuan untuk berqurban maka tak jarang ibadah qurban menjadi identik dengan orang yang mampu dan kaya.
Rosulullah SAW bersabda : "Siapa yang memiliki kelapangan tapi tidak menyembelih qurban, janganlah mendekati tempat shalat kami." (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan Al-Hakim menshahihkannya).
Mak Yati, Pemulung yang Semangat untuk Berqurban Sumber Gambar: http://www.metro.news.viva.co.id |
Namun, saat ini kita jumpai bahwa tidak hanya orang kaya yang mau berqurban, orang-orang yang dianggap miskin ternyata juga berlomba-lomba untuk dapat meraih keistimewaan dalam berqurban, meskipun untuk makan saja sulit bahkan dikategorikan sebagai orang yang berhak menerima daging qurban namun tak memadamkan api semangat berbuat baik bagi sesama. Mereka mengetahui bahwa berqurban merupakan satu amalan yang paling dicintai oleh Alloh SWT karena setiap tanduk, rambut dan kukunya akan menjadi saksi di hari kiamat kelak, seperti yang disabdakan oleh Rosulullah SAW:
"Tidak ada suatu amalan yang paling dicintai oleh Allah dari Bani Adam ketika hari raya Idul Adha selain menyembelih hewan kurban. Sesungguhnya hewan itu akan datang pada hari kiamat (sebagai saksi) dengan tanduk, rambut, dan kukunya. Dan sesungguhnya darah hewan kurban telah terletak di suatu tempat di sisi Allah sebelum mengalir di tanah. Karena itu, bahagiakan dirimu dengannya." (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Hakim)
Bagaimana Kisah Orang-orang yang dianggap miskin ini tetap semangat untuk berqurban meskipun untuk makan dan kehidupan sehari-hari saja sulit? berikut penuturannya yang saya cuplik dari berbagai sumber:
"Tidak ada suatu amalan yang paling dicintai oleh Allah dari Bani Adam ketika hari raya Idul Adha selain menyembelih hewan kurban. Sesungguhnya hewan itu akan datang pada hari kiamat (sebagai saksi) dengan tanduk, rambut, dan kukunya. Dan sesungguhnya darah hewan kurban telah terletak di suatu tempat di sisi Allah sebelum mengalir di tanah. Karena itu, bahagiakan dirimu dengannya." (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Hakim)
Bagaimana Kisah Orang-orang yang dianggap miskin ini tetap semangat untuk berqurban meskipun untuk makan dan kehidupan sehari-hari saja sulit? berikut penuturannya yang saya cuplik dari berbagai sumber:
1. Qurban Mbah Kemi mengantarkannya ke Baitulloh
Semasa hidupnya, lelaki tua yang telah berumur lebih dari seratus tahun itu tinggal sendirian di sebuah gubuk di dusun Kembang Kuning, Windusari, Magelang Jawa Tengah. Gubuk itu beratap genteng berdinding bilik. Untuk mengisi hari-hari Mbah Kemi rajin mengikuti pengajian walau harus berjalan kaki ke tetangga desa. Sisa snack pengajian dibawanya pulang untuk mengganjal perut. Satu kardus snack bisa mengganjal lapar sampai tiga hari.
Di gubugnya yang sempit itu, Mbah Kemi kemudian berbagi ruang dengan seorang pria jompo kurang waras yang ia temukan di jalanan. Selain itu juga berbagi ruang dengan seekor ayam betina yang sedang mengeram dan juga kambing setengah baya. "Nanti kalau saya meninggal, kambing ini biar dipotong untuk orang-orang yang ngurusi jenazah saya," pesan Mbah Kemi. Suatu ketika jelang Idul Adha, Ketua Yayasan Daarul Qur'an Anwar Sani, mampir ke gubug Mbah Kemi. Saat berpamitan pulang, Sani memberinya Rp 150 ribu, dengan pesan untuk membeli makanan kalau nggak ada makanan. Sang tamu prihatin lantaran Mbah Kemi sering mengonsumsi nasi basi.
Ternyata, uang Rp 150 ribu itu akhirnya Mbah Kemi bawa ke pasar bersama seekor kambing setengah baya miliknya. Sesampainya di pasar, uang dan kambing mudanya ditukar dengan kambing jantan yang besar. Kambing besar itu dibawanya pulang. Tapi tidak dimasukkan lagi ke kandang, melainkan dibawa ke musholla depan rumah Mbah Kemi.
"Besok lusa kan Idul Adha, jadi kambing ini dipotong buat qurban saja," katanya. Saat ada tetangga yang menanyakan kenapa kambing satu-satunya diqurbankan, Mbah Kemi menjawab, "Sakjane Mbah ki pengen banget munggah kaji, tapi amargo durung iso, yo nyembeleh wedus disek wae (Sebenarnya Mbah ingin sekali pergi haji, tapi karena nggak belum bisa ya motong kambing aja dulu)."
Alhamdulillah, keinginan Mbah Kemi untuk bisa naik haji diijabah Allah. Adalah donatur PPPA Daarul Qur'an yang tergerak hatinya untuk memberangkatkan Mbah Kemi ke Tanah Suci. Pada awal Juni 2009, Mbah Kemi berangkat umroh bersama Kafilah Daarul Qur'an.
2. Sang Pemulung yang semangat Berqurban
Diam-diam, Mak Yati (65) ingin berqurban walau dirinya cuma pemulung. Spirit berqurban ia serap dari kebiasaannya memulung botol bekas di Masjid Al Ittihad Tebet Barat, Jakarta Selatan, sambil nguping pengajian. Pengurus masjid pun mengenalinya. Pada Senin, 22 Oktober 2012 yang bertepatan dengan 9 Dzulhijjah malam, dengan menumpang bajaj Mak Yati memboyong dua ekor kambing beserta rumputnya ke Masjid Al Ittihad. ''Ini untuk qurban saya,'' katanya kepada pengurus masjid yang terkaget-kaget dibuatnya. Mak Yati yang tinggal di bedeng rongsok di kawasan Tebet, mengaku memang sudah lama ingin berqurban. Asa itu terus dia pelihara sambil menabung untuk membeli hewan qurban.
"Sudah lama Mak pengen qurban, sejak tiga tahun lalu. Tapi kan Mak ini kerjaannya cuma mulung, jadi penghasilan nggak jelas. Buat makan sehari saja kadang udah sukur. Jadi Mak ngumpulin dulu duit Rp 1000, Rp 1500 sampai tiga tahun, lalu Mak beliin kambing dua ekor. Sampai-sampai penjual kambingnya Mak cegat di tengah jalan saking Mak pengen beli kambing," tutur Mak Yati yang menjalani profesinya sejak 1965 sambil tertawa (detik.com, 26/10/2012).
Pengorbanan Mak Yati menembus pintu langit. Allah SWT menurunkan ganjaran-Nya. Setelah kisah pengorbanannya jadi berita, Kementerian Sosial membuatkan rumah untuk Mak Yati di kampung halamannya di Purwosari, Pasuruan, Jatim. Rumah tersebut bercat putih dan hijau dengan luas tanah 100 meter persegi, dan luas bangunan 45 meter persegi. Mak Yati resmi menerimanya pada 18 Februari 2013. Selain rumah, Mak Yati juga diberi uang makan selama 3 bulan pertama sebesar Rp 2,8 juta dan modal usaha. Ia lalu bertani di kampungnya.
3. Hanya dengan Niat, Seorang Pemulung dapat Berqurban
Iwan Lutfi dan istrinya juga pemulung. Dengan kemampuannya, Iwan alias Acoy mengubah triplek bekas menjadi miniatur rumah dan kendaraan, lalu dijual. "Kami memang miskin, tapi pantang mengemis. Saya berusaha hidup lebih baik untuk anak-anak," ujarnya. Geregetan karena setiap Idul Adha hanya jadi penerima daging qurban, suami-istri itu bertekad suatu saat harus berqurban juga. Namun mereka hanya berani mengadukan kegemasannya kepada Allah SWT dalam sujud-sujud tahajud.
Jelang Idul Adha Oktober 2012, Iwan nonton sinetron Tukang Bubur Naik Haji bersama sang istri. Tiba-tiba istrinya nyeletuk, ''Abi, kapan kita naik haji? Terus kapan kita qurban?'' Lidah Iwan kelu tak mampu menjawabnya. Ia hanya meminta istrinya tak jemu berdoa. Malam itu, istri Iwan tahajud pengin berqurban. Pagi harinya, ia bilang tangannya gatal. ''Mungkin mau dapat rezeki ya Bi,'' katanya berharap. Eh, tanpa disangka-sangka, malamnya ada dermawan mendatangi gubug mereka di dekat Pasar Kembang Rawa Belong, Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Orang tak dikenal itu membelikan kambing qurban ukuran besar buat Iwan.
''Saya pikir itu kambing qurban untuk disembelih di sini atas nama dia. Ternyata saya dibelikan kambing untuk berqurban," kata Iwan seolah tak percaya.
Sampai sekarang Acoy penasaran dengan dermawan misterius yang memberinya kambing. "Sama sekali tidak tahu namanya. Ketika saya tanya untuk keperluan mengirim doa, katanya pahala dan doa nggak bakal salah alamat," ungkap Iwan.
4. Penarik Becak Pun Ikut Berqurban
Setelah menabung lebih dari 5 tahun, akhirnya pada Idul Adha 2013 kesampaian juga niat Bambang (51) untuk membeli sapi qurban. Penarik becak satu anak di alun-alun Kota Pasuruan, Jawa Timur, ini mengaku sangat bahagia. "Alhamdulillah, kulo tiyang mboten gadah, tesih saget qurban (Saya orang miskin masih bisa qurban)," kata Bambang, usai menyerahkan sapi qurban seharga Rp 13 juta ke masjid di lingkungannya.
Bambang menuturkan, uang yang dia gunakan adalah hasil pendapatan setiap hari dari penghasilannya menarik becak selama lebih dari lima tahun. Ia sehari-hari berangkat narik sekitar pukul 06.00 sampai pukul 12.00. Dalam satu hari, biasanya dia mendapat hasil Rp 20.000-Rp 50.000. "Ya kadang Rp 20.000, kalau pas ramai bisa Rp 50.000," katanya. Ia juga mempunyai dua pelanggan tetap, yaitu seorang pelajar SDN Pakuncen dan SMPN 5 Pasuruan.
Bambang menabung sebagian hasil nariknya di kotak penyimpanan di jok becak miliknya. Pria yang mengaku tak pernah sekolah formal ini menambahkan, uang pmebelian sapi qurban selain dari hasil keringatnya juga dibantu istrinya Mahmuda (46), yang bekerja sebagai tukang pijat.
5. Berqurban Disaat Sulit
Suatu hari di tahun 2003, Budi Harta Winata (37) hanya pegang uang Rp 400 ribu untuk keperluan rumah tangga. Tiba-tiba, "Mas, sudah lama kita tidak kurban. Ayo tahun ini potong kurban," rengek istrinya, Siti Saodah. Tukang las keliling ini garuk-garuk kepala. Maklum, uang tinggal segitu-gitunya. Tapi demi cinta pada istri, pria kelahiran Banyuwangi, Jawa Timur, ini bersedia mengorbankan duit terakhir.
"Aku cuma punya Rp 400 ribu ini, Dik. Kamu carilah tambahannya biar kita bisa motong kambing kurban," Budi mengangsurkan uang pada sang istri. Ditambah simpanan sang istri, akhirnya Keluarga Budi dapat berkurban seekor kambing terbak yang bisa mereka beli. Ini betul-betul pengorbanan, karena pembelian kambing menguras semua uang terakhir mereka.
Subhanallah, sepekan kemudian, Budi yang pernah terdampar jadi buruh illegal logging di Malaysia, mendapat order pekerjaan las senilai Rp 40 juta. Sebuah nilai pekerjaan yang paling fantastis buat ukuran usahanya saat itu. "Ini pasti berkah pengorbanan," yakin Budi yang pernah coba-coba jadi juru gambar teknik (drafter).
Pengorbanan Budi adalah sedekah yang luar biasa. Abu Hurairah ra mengisahkan, seorang lelaki datang kepada Rasulullah saw lalu berkata, "Wahai Rasulallah, sedekah manakah yang paling agung?" Jawab Nabi, "Engkau bersedekah ketika engkau sehat lagi kikir dan sangat memerlukannya, engkau takut miskin dan sangat ingin menjadi kaya" (HR Muslim).
Hingga saat ini, Bisnis Budi semakin berkembang. Dari sebuah pick up operasional butut, satu demi satu truk baru Budi miliki. Usahanya pun mulai berkibar dengan bendera CV Artha Mas Graha Andalan. Budi yang pernah jadi wakil direktur di sebuah perusahaan kontraktor, kini menyandang pangkat direktur bagi perusahaannya sendiri. Namun sikap kedermawanan tetap melekat hingga sekarang.
Demikian kisah Kelima orang yang dianggap miskin ini berjuang dengan susah payah supaya bisa berqurban. Kisahnya menjadi lecutan bagi kita, mereka saja bisa apalagi kita yang notabene-nya masih muda dan masih diberikan rezeki yang berlimpah. Kisah-kisah inspiratif ini semoga bisa membuat kita bercermin bahwa masih banyak orang yang kurang beruntung namun tak patah arang dalam berikhtiar untuk mendapatkan ridho-Nya. Semoga kita bisa mencontoh kebaikan mereka, Amin.
Sumber:
http://www.pppa.or.id
http://quis.or.id
http://www.pppa.or.id
http://quis.or.id
0 Response to "Semangat Kaum Miskin Yang Berqurban"
Post a Comment
Silahkan berkomentar dengan sopan
Bila tidak memiliki ID blogger bisa menggunakan Name/URL lalu masukkan Nama dan URL facebook/twitter anda. hindari menggunakan Anonim, Terima kasih.