Instalasi Pengolahan Air (IPA) merupakan salah satu infrastruktur yang berhubungan langsung dengan pertumbuhan penduduk di Indonesia, rumah tangga merupakan pemakai terbesar yaitu sekitar 68% total produksi air (Djayadiningrat, 1993). Air bersih sebagai kebutuhan dasar (basic need) perkotaan diproduksi dari IPA, selain itu proses produksi diiringi dengan timbulnya lumpur (sludge) sebagai hasil limbah dari pengolahan air. Demikian juga diberbagai kota di Indonesia, laju pertumbuhan penduduk mengakibatkan bertambahnya kebutuhan air bersih. Air baku IPA biasanya diperoleh dari sungai dengan demikian IPA digolongkan sebagai tipe pengolahan air permukaan.
Dalam proses pengolahan air sungai di IPA digunakan bahan koagulan aluminium sulfat. Sebagai produk sampingan dari pengolahan air sungai menjadi air minum di IPA, lumpur dan endapan yang seringkali menimbulkan masalah karena akan mengakibatkan akumulasi di perairan di bagian hilir sungai (termasuk akumulasi aluminium). Oleh sebab itu perlu dilakukan salah satu prinsip dari 3R (Recycle, Reused, Recovery). Sehingga bukan tidak mungkin bahan lumpur dari Instalasi IPA dapat dimanfaatkan untuk membuat bata yang semula berbahankan tanah liat.
Mengapa bata merah? hal ini dikarenakan dalam pembuatan bata merah membutuhkan tanah liat yang dapat merusak lingkungan yang ada, cara yang biasa dilakukan adalah pengerukan secara terus-menerus pada sebidang lahan tanah yang seringkali lahan yang dipakai adalah lahan produktif (pertanian). Dilain pihak pembangunan infrasturktur yang tidak ada batasnya juga membutuhkan batu bata.
Dalam pembuatannya sendiri bata merah cukup sederhana, yaitu bahan baku berupa tanah liat yang kemudian dicampurkan air, lalu diaduk sampai homogen, setelah pencampuran selesai maka didiamkan beberapa saat, kemudain campuran tersebut dimasukkan ke dalam cetakan, bata yang sudah tercetak kemudian dikeringkan dan setelah kering bata merah siap dibakar pada suhu yang cukup tinggi hingga bata tersebut tidak hancur lagi bila derendam oleh air.
Dalam pembuatannya sendiri bata merah cukup sederhana, yaitu bahan baku berupa tanah liat yang kemudian dicampurkan air, lalu diaduk sampai homogen, setelah pencampuran selesai maka didiamkan beberapa saat, kemudain campuran tersebut dimasukkan ke dalam cetakan, bata yang sudah tercetak kemudian dikeringkan dan setelah kering bata merah siap dibakar pada suhu yang cukup tinggi hingga bata tersebut tidak hancur lagi bila derendam oleh air.
Namun bata merah yang ada dipasaran, mutu dan kekuatannya saat ini dimungkinkan kurang sesuai dengan yang disyaratkan. Hal ini dapat ditandai dengan mudahnya bata merah mengalami retak, pecah bahkan hancur sebelum dipakai. Mutu bata sangat dipengaruhi oleh sifat bahan baku dan perlakuan dalam proses pembuatannya. Sifat fisik yang mempengaruhi mutu bahan bata merah antara lain:
1. Kuat tekan
2. Daya serap
1. Kuat tekan
2. Daya serap
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mempengaruhi mutu bata merah adalah dengan mengganti bahan dasar pembuat bata merah. Bahan dasar penganti yang memungkinkan yaitu memanfaatkan lumpur hasil limbah dari IPA.
Nice post...
ReplyDeletehttp://lanjarannas.blogspot.com/2011/10/dishub-surakarta-jadi-acuan-kota-kota.html
berarti klo lumpur lapindo di jadiin batu bata pasti jadinya banyak banget yaa, kenapa gak dibikin jadi batu bata aja yaa agar bisa jadi sumber pendapatan warganya juga ^^
ReplyDeleteSALAM,
mari mampir yaa ^^
bener sekali... teman saya juga ada yang penelitian mengenai hal tersebut... bahkan dibuat menjadi semen pun mungkin.. kok bisa? nanti akan saya postingkan di lain kesempatan...
ReplyDeletememang harus ada goodwill dari pemerintah, dpr, dan masyarakat agar "bencana" lumpur yang terjadi bisa tetap memiliki nilai jual yang dapat mensejahterakan masyarakat sekitarnya
selain lumpur untuk mmbuat bta jga dbtuhkan abuk gosok klo tdk slah... :D
ReplyDeletejgn lupa mampir ke eMingko Blog
Kita berdo'a saja supaya negeri ini lebih baik kedepannya...semoga
ReplyDelete